Mungkin hanya sedikit
komponen masyarakat bangsa ini yang peduli dengan kesiapan masyarakat dan
pemerintah kita menghadapi implementasi atau pemberlakukan Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) atau Asean Economic Community yang akan dilaksanakan pada akhir
2015.
Kesadaran tentang
pentingnya memperhatikan kesiapan MEA 2015 adalah kewajiban utama, karena jika
tidak di antisipasi dan tidak dipersiapkan, maka MEA 2015 berpotensi
menciptakan instabilitas terhadap perekonomian nasional, bahkan secara step by
step dapat merupakan ajang pengambilan aset-aset ekonomi penting milik negara
tercinta ini.
Sekretaris Jenderal
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Frangky Sibarani mengatakan,
industri kecil menengah (IKM) makanan dan minuman lokal tidak bisa bersaing
dengan produk asing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mendatang. Selama
ini, proses produksi menjadi masalah utama, karena IKM kurang memperhatikan
masalah kebersihan hingga pengemasan yang higienis. Padahal berdasarkan data
Badan Pusat Statistik, terdapat lebih dari 1,2 juta pelaku IKM makanan dan
minuman dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 4 juta orang.
Secara mayoritas, kalangan
pengusaha di Indonesia menilai bahwa pemerintah kurang mendukung kepentingan
pengusaha, karena masing-masing kementerian menerapkan kebijakan berbeda
sehingga menyulitkan para pengusaha. Pengusaha berharap pemerintah tidak hanya
mendesak pengusaha berkontribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga
memberi dukungan dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Diakui atau tidak, kesiapan
Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 masih kurang
dari segi kesiapan para pelaku usaha dan hukum, yaitu UU tentang Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Guna menghindari Indonesia dijadikan
sebagai pasar oleh negara lain. Pemerintah harus mengamandemen UU tersebut
sehingga KPPU dapat menindak tegas pelaku usaha asing yang melakukan praktik
monopoli pasar saat MEA.
Beberapa praktisi ekonomi
yang ditemui penulis juga menyatakan bahwa, Indonesia belum siap menghadapi MEA
2015 terkait rendahnya kesiapan sejumlah emiten akibat tingginya suku bunga dan
biaya logistik, serta masalah energy cost yang relatif tidak bersaing.
Disamping itu, penetrasi industri asuransi di Indonesia masih rendah sehingga
harus segera dibenahi sebelum menghadapi MEA pada 2015.
Namun, pendapat agak
berbeda disampaikan oleh Direktur Jendral IKM Kementerian Perindustrian, Euis
Saedah menilai, sudah ada 3 sektor IKM yang unggul dan siap bersaing dalam MEA,
antara lain industri pakaian jadi, kerajinan kayu dan rotan, serta kerajinan
keramik. Indonesia memiliki sumber daya luar biasa, diiringi dengan kreatifitas
tinggi, sehingga IKM yang unggul akan mendominasi MEA.
Memang harus diakui bahwa
reformasi birokrasi di Indonesia terutama reformasi mental belum tuntas
dilaksanakan, sehingga masih memungkinkan beberapa oknum nakal penyelenggara
negara melakukan “abuse of power” untuk meraup keuntungan bagi dirinya sendiri
sebesar-besarnya. Hal ini terindikasi dengan munculnya keluhan dari sejumlah
pengusaha misalnya yang selalu menilai bahwa telah terjadi tumpang tindih
kebijakan yang dikeluarkan institusi negara, sehingga membuat kondisi investasi
kurang bergairah, yang berdampak kepada tidak mampu menciptakan pertumbuhan
ekonomi dan membantu negara mengurangi defisit neraca perdagangan dan defisit
neraca pembayaran pada tahun berjalan yang semakin akut. Melihat kondisi ini
adalah wajar jika kemudian beberapa perusahaan yang bergerak di bidang asuransi
misalnya jarang melakukan ekspansi, karena energy cost yang terlalu mahal.
Kerusakan Infrastruktur dan
Masalah Listrik
Ada dua hal permasalahan
yang mendasar menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk
kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015,
walaupun kedua hal mendasar ini juga dapat membuat beberapa pihak yang
berkeinginan kuat untuk “menguasai perekonomian nasional” sedikit mengendurkan
niatnya. Kedua hal tersebut adalah masalah kerusakan infrastruktur dan
kekurangan pasokan listrik yang terjadi di beberapa daerah, termasuk
akhir-akhir ini mulai terjadi di sentra-sentra produksi.
Masalah kerusakan
infrastruktur yang sangat lamban ditangani juga telah mentrigger beberapa
elemen masyarakat di beberapa daerah melakukan aksi untuk meresponsnya seperti
warga Kelurahan. Tegalbunder, Kecamatan Purwakarta, Cilegon, Banten pada 1 Juni
2014 mengeluhkan kerusakan Jalan Tegalbunder dan Pabean. Akibatnya sebagian
warga menanami pohon di tengah jalan yang berlubang tersebut.
Sementara itu, warga
Kelurahan Sambutan mendesak Pemkot Samarinda, Kalimantan Timur segera
memperbaiki Jalan Sultan Sulaiman yang mengalami kerusakan, karena membahayakan
keselamatan warga yang menggunakan jalan. Sebelumnya, warga Kelurahan Pulo
Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, Medan, Sumatera Utara menuntut perbaikan
jalan di wilayah mereka dengan memblokir jalan dan menanam pohon pisang
ditengah jalan berlobang, serta membakar ban bekas. Di Lebong, Bengkulu, Dinas
PU Lebong menduga kerusakan jalan yang menghubungkan Desa Padang Bano dengan
Desa Ketenong II, Kecamatan Pinang Belapis diakibatkan akitivitas pengangkutan
batu bara milik salah satu perusahaan PT JR.
Di Minahasa Selatan,
Sulawesi Utara, sebagian badan jalan yang menopang pondasi jembatan darurat di
Desa Matani, Kecamatan Tumpaan runtuh akibat terkena air sungai. Akibatnya,
kendaraan yang melebihi kapasitas 8 ton tidak diperbolehkan melewati jembatan
itu karena dikhawatirkan akan mengakibatkan jembatan runtuh. Di Kabupaten
Batang, Jawa Tengah, jalan sepanjang obyek Wisata Sigandu, Desa Depok,
Kecamatan Kandema rusak berlubang, karena dilalui oleh truk bermuatan batu bara
milik PLTU Batang.
Sementara itu, terkait
dengan masalah listrik, maka rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada
Juli 2014 mendapatkan respons beragam dari berbagai kalangan masyarakat dengan
menilai rencana pemerintah menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk perusahaan
non terbuka dan golongan rumah tangga per Juli 2014 sebaiknya dievaluasi,
karena dapat berdampak pada pelaku industri. Di Kabupaten Semarang, banyak
industri tekstil yang dapat terkena imbas dari kenaikan TDL, termasuk industri
garmen yang mulai tumbuh dan memerlukan dukungan iklim investasi. Selain dapat
menaikkan biaya produksi, pelaku dunia industri tekstil juga mengkhawatirkan
kemungkinan semakin turunnya minat investor yang dapat menurunkan kompetensi
produk tekstil di pasar ekspor.
Banyak kalangan juga
menilai, pemerintah perlu mengkaji ulang rencana kenaikan TDL untuk pelanggan
industri karena dapat melemahkan persaingan usaha industri. Selain itu, dampak
kenaikan TDL juga dapat meningkatkan beban konsumen yang terimbas dari naiknya
harga produk barang dan jasa. Berbeda dengan pendapat yang lain, Daryatmo yang
juga Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung
rencana pemerintah menaikkan TDL sepanjang diiringi dengan peningkatan pelayanan
oleh PT. PLN (Persero). Dengan menaikkan TDL, pengurangan subsidi dapat
dilakukan untuk dialokasikan kepada pembangunan pembangkit listrik dan jaringan
distribusi listrik nasional.
Menurut prediksi penulis,
penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan TDL per Juli 2014 diperkirakan
akan datang secara intens dari kalangan dunia usaha maupun masyarakat (rumah
tangga), sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi agar tidak di eksploitasi
menjadi isu politis untuk mengganggu bahkan menggagalkan Pilpres 2014. Oleh
karena itu, kesiapan masyarakat Indonesia untuk menghadapi MEA 2015 dengan
mengurangi atau mengatasi permasalahan-permasalahan akut di bidang perekonomian
seperti defisit neraca perdagangan, defisit neraca pembayaran, lemahnya nilai
tukar rupiah, inflasi, infrastruktur yang buruk dan kekurangan pasokan listrik
harus dibenahi. Jika tidak, wassalam.
SUMBER :
Pendapat :
Menurut saya kesadaran
untuk siap menghadapi MEA 2015 merupakan kewajiban yang utama bagi seluruh
golongan bangsa Indonesia. Pasalnya jika tidak dipersiapkan sejak saat ini akan
berpotensi menciptakan instabilitas terhadap perekonomian nasional, bahkan
secara perlahan-lahan pangsa asing akan bertahap mengambil aset-aset penting
ekonomi milik bangsa tercinta ini. Guna menghindari Indonesia dijadikan sebagai
pasar oleh negara lain. Pemerintah harus mengamandemen UU tersebut sehingga
KPPU dapat menindak tegas pelaku usaha asing yang melakukan praktik monopoli
pasar saat MEA berlangsung.
Dari sisi industri makanan
dan minuman lokal sendiri dalam menghadapi MEA 2015 nanti kemungkinan akan
mengalami kesulitan, karena IKM (industri kecil menengah) perhatiannya masih
sangat kurang mulai dari masalah kebersihan kemasan yang higienis. Seharusnya
dengan jumlah IKM yang lebih dari 1,2 juta pelaku dengan penyerapan tenaga
kerja yang lebih dari 4 juta orang ini bisa lebih giat lagi dalam bekerja,
diberi tunjangan yang sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan. Dan yang
utama seharusnya Pemerintah sendiri lebih peka dan sadar untuk terus mendukung
kepentingan pengusaha serta dapat memberi dukungan dan menciptakan iklim
investasi yang kondusif.
Kesiapan Indonesia dalam
menghadapi masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 memliki dua permasalahan yang
hingga detik ini belum tuntas dan masih terus bermasalah, yaitu kekurangan
pasokan Listrik dan kerusakan Infrastruktur di beberapa daerah. Sehingga hal
ini membuat elemen masyarakat melakukan aksi demo dan lain sebagainya untuk
merespon segala kerusakan dan kekurangan tersebut. Hendaknya kepemerintahan
yang baru ini diharapkan mampu menanggulangi dan memperbaiki serta mampu
menepati janji-janjinya untuk kesejahteraan rakyat dan mampu menjadikan
Indonesia ini negara yang maju, jauh dari penjajahan asing, dan KKN demi menuju
Indonesia jaya. Dan juga MEA 2015 nanti menjadi ajang Pemerintah Indonesia
untuk memberikan yang terbaik untuk bangsa dan tidak memihak yang asing.