Minggu, 28 Juni 2015

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI



PENGERTIAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Namun, sejauh ini UU Perlindungan konsumen tersebut belum sepenuhnya ditegakkan. Konsumen sebagai objek UU Perlindungan Konsumen masih saja sering dirugikan oleh para produsen nakal. Masih banyak saja pelanggaran UU Perlindungan konsumen yang terjadi di Indonesia.
Padahal perlindungan konsumen itu sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Th, 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada dasarnya menurut UU RI No. 8 Tahun 1999 Pasal 3, UU Perlindungan konsumen ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :

A.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk    melindung diri    
B.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
C.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
D.     Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
E.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
F.       Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha , produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Hak Konsumen merupakan Hak Asasi
Mengingat betapa pentingnya hak-hak konsumen, sehingga melahirkan persepsi bahwa hak-hak konsumen merupakan generasi Keempat Hak Asasi Manusia yang merupakan kata kunci dalam konsepsi hak asasi dalam perkembangan umat manusia di masa yang akan datang.
Dimana persoalan hak asasi manusia tidak cukup hanya dipahami dalam konteks hubungan kekuasan yang bersifat vertikal, tetapi mencakup pula hubungan-hubungan kekuasaan yang bersifat horisontal, antar kelompok masyarakat, antara golongan rakyat atau masyarakat, dan bahkan antar satu kelompok masyarakat di suatu negara dengan kelompok masyarakat di negara lain. Hak konsumen dalam artian yang luas ini dapat disebut sebagai dimensi baru hak asasi manusia yang tumbuh dan harus dilindungi dari kemungkinan penyalahgunaan atau tindakan sewenang-wenang dalam hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara pihak produsen dengan konsumennya.
Pengertian konseptual hak asasi manusia itu dalam sejarah instrumen hukum internasional setidak-tidaknya telah melampaui tiga generasi perkembangan. Generasi pertama, yaitu pemikiran mengenai konsepsi hak asasi manusia yang sejak lama berkembang dalam wacana para ilmuwan sejak era enlightenment di Eropa, meningkat menjadi dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·         Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
·         Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·         Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·         Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·         Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·         Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·         Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Amandemen Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Amandemen/penyempurnaan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dilakukan melalui serangkaian kegiatan mulai dari pemetaan pasal-pasal Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang memerlukan penyempurnaan, melakukan pembahasan dengan para pakar dan praktisi hukum pidana dalam forum group discussion yang intensif dan terakhir seminar membahas penyempurnaan naskah akademis Undang-undang dimaksud.

Beberapa hal mendasar dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang diusulkan untuk disempurnakan diantaranya :
1.      Sistematika Undang-undang akan memisahkan secara jelas dan tegas antara tanggungjawab Pelaku Usaha barang dengan tanggungjawab Pelaku Usaha jasa.
2.      Jenis tanggungjawab Pelaku Usaha akan terdiri dari dua jenis, yaitu tanggungjawab kontraktual, yaitu tanggungjawab Pelaku Usaha berdasarkan kontrak yang dibuatnya, dan tanggung jawab produk (product liability).
3.      Penyelesaian sengketa konsumen akan dipisahkan secara tegas antara penyelesaian sengketa secara litigasi dan non litigasi, dan penyelesaian secara non litigasi dibatasi dalam nilai gugatan tertentu.
4.      Penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi yang dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
5.      Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang berbagai lembaga.

CONTOH KASUS
Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT
Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.

Kasus keterlambatan jadwal penerbangan
Di Surabaya, Seorang advokad menggugat Lion selaku pemilik Maskapai penerbangan  Wings Air di karena penerbangan molor 3,5 jam. Maskapai tersebut digugat oleh seorang advokat bernama David ML Tobing. David adalah lawyer yang tercatat beberapa kali menangani perkara konsumen, memutuskan untuk melayangkan gugatan setelah pesawat Wings Air (milik Lion) yang seharusnya ia tumpangi terlambat paling lambat sembilan puluh menit. Kasus ini terjadi pada 16 Agustus lalu berencana terbang dari Jakarta ke Surabaya, pukul 08.35 WIB.Tiket pesawat Wings Air sudah dibeli. Hingga batas waktu yang tertera di tiket, teryata pesawat tak kunjung berangkat. David mencoba mencari informasi, tetapi ia kurang merasa mendapatkan pelayanan. Pendek kata, keberangkatan pesawat telat dari jadwal. David menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya layanan informasi petugas maskapai itu di bandara. Selanjutnya David mengajukan gugatan terhadap kasus tersebut ke pengadilan untuk memperoleh kerugian serta meminta pengadilan membatalkan klausul baku yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai atas keterlambatan


Kasus Penarikan Paksa Motor
Tangis sedih dan sangat menyesal atas kelakuan  PT.Adira Finance yang tidak manusiawi dialami keluarga Suparno(bukan nama aslinya)warga Turen kab. Malang Suparno menyesali sepeda montornya yang telah “disita”padahal Suparno dua puluh delapan kali angsuran, jadi hanya kurang delapan kali angsuran,saat itu Suparno  akan membayar empat kali angsuran,dengan alasan yang  tidak  masuk akal konsumen disuruh melunasi seluruh kekurangan angsuran oleh PT.Ardira Finance ditambah biaya-biaya lainya.Setelah Suparno tidak mendapatkan sisa sama sekali, dapat dibayangkan berapa kerugian Suparno .

Analisis
Agar tidak terulang lagi kejadian-kejadian yang merugikan bagi konsumen, maka kita sebagai konsumen harus lebih teliti dalam memilih atau memakai barang/jasa yang ditawarkan, seperti:
1.  Kritis terhadap iklan dan promosi dan jangan mudah terbujuk,
2.  Teliti sebelum membeli (Baca keterangan label yang ada)
3.  Biasakan belanja sesuai rencana,
4.  Memilih barang yang bermutu dan berstandar yang memenuhi aspek   keamanan, keselamatan,kenyamanan dan kesehatan,
5.  Membeli sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan,
6.  Perhatikan label, keterangan barang dan masa kadaluarsa,

Tips bagi Konsumen
Rendahnya daya tawar dan pengetahuan hukum konsumen seringkali dimanfaatkan oleh lembaga pembiayaan yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan.
Untuk itu, perhatikanlah tips bagi konsumen sebagai berikut:  
1.      Konsumen dihimbau beritikad baik untuk selalu membayar angsuran    secara tepat waktu.
2.      Konsumen dihimbau untuk lebih kritis dan teliti dalam membaca klausula baku, terutama mengenai:
·         Hak-hak dan kewajiban para pihak
·         Kapan perjanjian itu jatuh tempo;
·         Akibat hukum bila konsumen tidak dapat memenuhi kewajibannya (wanprestasi)
3.      Bila ketentuan klausula baku ternyata tidak sesuai dengan ketentuan UUPK dan UUF, serta merugikan konsumen, maka pelaku usaha harus diminta untuk menyesuaikannya dengan ketentuan tersebut.
4.      Bila terjadi sengketa, konsumen dapat memperjuangkan hak-haknya dengan meminta pertimbangan dan penyelesaian
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

SUMBER:




Tidak ada komentar:

Posting Komentar